ANTARA
MADU DAN COVID-19
Devanda Tasya N (19107030061)
Iklan merupakan suatu hal yang amat melekat dalam
kehidupan kita sehari-hari. Hampir setiap hari, kita menemui apa yang disebut
iklan. Iklan adalah bagian dari bauran promosi (promotion mix) yang dimana
bauran promosi merupakan bagian dari bauran pemasaran (marketing mix). Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, terdapat setidaknya dua definisi iklan. Pertama,
iklan merupakan berita pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar
tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan. Definisi kedua dari iklan
menurut KBBI ialah pemberitahuan kepada khalayak mengenai barang atau jasa yang
dijual, dipasang di dalam media massa (seperti surat kabar dan majalah) atau di
tempat umum.
Saat ini, iklan dapat ditemukan di berbagai tempat dan
media. Dari mulai media konvensional seperti koran, radio dan televisi hingga
media baru seperti Instagram, Facebook hingga Youtube.
Iklan semakin bervariasi dari masa ke masa. Dari yang
dulunya hanya berupa tulisan saja, kini dapat berbentuk audio visual (video)
yang tentunya membuat suatu iklan semakin menarik. Iklan dalam bentuk audio
visual ini menjadi primadona saat ini. Hal ini dikarenakan iklan dalam bentuk
video dapat memuat informasi lebih banyak dengan konsep yang semakin menarik
pula.
Perkembangan iklan yang cukup pesat tentunya harus dibarengi dengan
etika-etika yang harus dipenuhi. Adanya etika dalam periklanan bertujuan agar
iklan yang ditampilkan tersebut baik. Etika ini membatasi iklan agar tidak
terjerumus dan menuntun ke jalan yang
benar. Dengan etika, kita akan mengetahui apa yang pantas dan apa yang tidak
pantas, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Selain itu, etika memiliki
fungsi agar suatu iklan tersebut dapat diterima dan tidak bertentangan dengan
norma-norma yang ada di dalam masyarakat. Di Indonesia sendiri, etika dalam
periklanan tercantum dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI).
Pentingnya etika periklanan ini sayangnya sering
diacuhkan oleh pembuat iklan. Tak jarang iklan-iklan yang kita temui
sehari-hari tersebut melanggar etika periklanan. Etika Pariwara Indonesia
seolah-olah hanya menjadi sebuah formalitas. Hal ini dikarenakan sifat dari
etika itu sendiri yang tidak mengikat, hanya tergantung dari niat dan hati
nurani masing-masing tanpa ada hukuman-hukuman yang jelas bagi para pelanggar.
Inilah yang membuat banyaknya iklan-iklan yang melanggar di sekitar kita.
Di masa pandemi Covid-19 seperti ini, banyak perusahaan
yang membuat iklan-iklan dalam rangka mengedukasi masyarakat mengenai virus
Covid-19 ini. Namun sayangnya, niat baik tersebut acapkali tidak dibarengi
dengan etika-etika yang harus dipatuhi. Salah satunya ada di Iklan Madu TJ
dengan slogan 5 TJ-nya
Sekilas memang tidak ada yang aneh dengan Iklan Madu TJ
edisi Ramadhan dan Virus Corona ini. Iklan yang dibintangi oleh Lula Kamal ini
membahas mengenai cara pencegahan virus Covid-19 dengan melakukan 5 TJ.
Namun jika kita perhatikan dengan saksama, iklan ini
seolah-olah menunjukkan bahwa dalam mencegah terpapar virus Covid-19 haruslah
melakukan 5 TJ yang dimana salah satu langkahnya ialah meminum Madu TJ.
Iklan ini secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa
meminum Madu TJ dapat mencegah dari terpapar virus Covid-19 tanpa adanya
penelitian yang dapat membuktikan klaim ini. Iklan ini melanggar Etika Pariwara
Indonesia (EPI) no 2.5.2 yang berbunyi “Iklan tidak boleh menjanjikan kemampuan
untuk mencegah penyakit.” Iklan Madu TJ ini secara tidak langsung menjanjikan
kemampun untuk mencegah konsumennya dari terpapar virus Covid-19.
Selain melanggar Etika Pariwara Indonesia no 2.5.2, iklan
ini juga melanggar Etika Pariwara Indonesia nomor 2.5.5 yang berbunyi “iklan
tidak boleh menyatakan ataupun memberikan kesan bahwa kesehatan, kegairahan,
dan kecantikan, akan dapat diperoleh hanya dari penggunaan produk terkait.”
Dalam iklan ini terlihat bahwa seolah-olah hanya Madu TJ lah yang dapat
mencegah virus Covid-19, sedangkan madu merk lain diabaikan. Jika kita melihat
iklan produk lain semisal produk Lifebuoy pada iklan mereka mengenai virus
Covid-19, mereka tetap memberikan pilihan lain bagi konsumen dalam mencuci
tangan dengan sabun. Hal ini terlihat dari perkataan Titi Kamal yang berbunyi,
“seperti cuci tangan dengan sabun, bantu lindungi diri dari virus. Bisa
Lifebuoy atau sabun apapun yang ada di dekatmu.”
Melihat perbandingan dua iklan tersebut, terlihat bahwa
kesadaran pengiklan untuk mematuhi etika periklanan yang tercantum dalam Etika
Pariwara Indonesia masih belum maksimal. Ada pengiklan yang sudah mematuhi,
namun ada pula pengiklan yang masih mengabaikan etika-etika periklanan di
Indonesia.
Dengan adanya fenomena semacam ini, maka perlu adanya
sosialisasi yang lebih sering dan pengawasan yang lebih maksimal dari Dewan
Periklanan Indonesia. Hal ini bertujuan agar baik para produsen maupun biro
iklan lebih memperhatikan etika-etika yang ada. Sebab etika dapat membuat iklan
tetap ada pada jalur yang benar. Etika dapat menjadikan suatu iklan baik dan sesuai
dengan kontur masyarakat di Indonesia. Jangan sampai, iklan yang seharusnya
menjadi ajang promosi sebuah produk malah dapat membuat produk dijauhi konsumen
hanya karena kesalahan dalam iklannya.
Komentar
Posting Komentar